Senja, tepat satu minggu yang lalu, aku bertandang kerumahmu. Aku disambut wajah lugu penuh haru. Gurat harapan terpancar di bola mata ibumu. Salam takdzim mengawali ritual jika bertemu. Kubasuh tangannya yang kasar nan lembut itu. Sorai bahagia terlihat ketika aku berkata "masih mencintai anakmu, ibu" Beliau mendesah syukur. Seketika hatiku menyunggingkan sedikit harapan bahwa ibumu bersedia untuk berjuang bersama kita; aku, kamu, dan ibumu. Kekasih, aku pasrahkan engkau kepada Allah, pemilikmu. Perlahan, ibu bercerita bahwa engkau sedang bersuka ria dengan pujangga baru yang lebih menawan, dan akan pergi meninggalkanku untuk yang kesekian. Beliau berkata bahwa belum merestuimu. Apakah engkau akan melawan? Entahlah. Kekasih ku engkau tahu, mendengarnya hatiku remuk, mencerna setiap bait yang meluncur sungguh sangat menyayat bilik hati. Air mata yang mengambang diujung mata, yang kutahan akhirnya jatuh mengerjap berulang. Sambil menyekanya aku tetap terseny...